Minggu, 11 Oktober 2015

Syiah membahayakan


Ajaran syiah bukan saja sesat dan menyesatkan tetapi juga membahayakan. Bahaya bagi aqidah sudahlah pasti karena meragukan Al-Qur’an, hadits yang bukan saja dinisbahkan pada Nabi tapi juga imam-imam yang ma’shum, serta syahadat yang bukan hanya Allah SWT dan RasulNya melainkan menambahkan Ali waliyullah dan hujjatullah, bahkan dengan tambahan kalimat laknat kepada sahabat dan istri Rasulullah. Bahaya bagi kemurnian syari’at karena menghalalkan kawin mut’ah sebagai imitasi prostitusi, menjalankan shalat 3 waktu diluar safar, tak menghukumkan wajib shalat jum’at atau menarik seperlima harta pengikut untuk imam {khumus}. Membahayakan akhlak karena boleh berdusta {taqiyah} dan menjadi tukang caci maki dan laknat {kepada Abu Bakar, Umar, Utsman dan istri-istri Nabi}. Hati dengki dan mulut kotor. Syiah mengkafirkan Ahlus Sunnah, maka kebencian dan takfir nya itu akan sampai pada penghalalan darah Ahlus Sunnah. Itulah yang terjadi di Irak dan Suriah, juga di Yaman. Sering di putar balikkan fakta seolah Ahlus Sunnah adalah kaum yang gemar mengkafir-kafirkan {takfiri} padahal sesungguhnya tak ada bawaan ajaran yang habitatnya mengkafir-kafirkan selain syiah. Dan gerakan syiah adalah gerakan takfiri.
Syiah di Indonesia nyata-nyata membahayakan keutuhan umat, bangsa dan negara. Menurut DR. Abdul Choer Ramadhan, SH. MH. MM. Seorang cendikiawan muda sunni, ada beberapa hal yang dapat dikemukakan:
1. Perkembangan syaih yang pesat dan ofensif dengan semangat menafikan kekhalifahan Abu Bakar, Umar dan Utsman bahkan melaknatnya serta menghina istri-istri Nabi baik melalui da’wah, tarbiyah, maupun ritual-ritual Asyuro, Iedul ghadir, dan lainya serta menyerang Ahlus Sunnah sebagai nawashib pasti akan mendapat perlawanan dari umat Islam yang berbasis Ahlus Sunnah {sunni} dan hal ini mengakibatkan gesekan atau konflik yang semakin masif pula. Tercatat telah tejadi 30 an kali konflik di Indonesia, dengan durasi tertinggi di Jawa Timur. Kasus Ad Dzikra beberapa waktu yang lalu diyakini bukan yang terakhir, esok lusa bisa terjadi konflik yang lebih besar. Ummat Islam semakin resah atas perkembangan syiah yang semakin terang-terangan dan sangat arogan seolah sudah merasa mendapat dukungan politik nasional dan global.
2. Pemahaman keliru bahwa syiah sekedar mazhab dalam Islam telah terjawab dengan kiprah habitatnya sebagai gerakan politik. Lahir dari konflik politik, membawa ajaran dendam politik, dan imamah adalah rukun teologis dan politis untuk merebut kekuasaan politik. Dusta besar jika ada statemen syiah bukan gerakan politik. Apa yang terjadi di Irak, Suriah, Lebanon dan Yaman adalah bukti eskalasi gerakan dari teologis ke politis. Tentunya berjuang ke militer. Malaysia dan Indonesia adalah sasaran berikutnya dari dunia Islam yang hendak diubah peta politiknya. Menurut DR. Abdul Choer diawali dengan menanamkan keyakinan syiah adalah agama yang benar, di luar syiah tidak selamat lalu melakukan pemutarbalikkan fakta sejarah, melakukan politik pencitraan, menanamkan kecintaan berlebihan kepada Ahlul Bait, ritual Karbala dan Iedul Ghadir sebagai doktrin politik untuk menuju Revolusi syiah di negara-negara sunni. Sebagai gerakan politik bukan hal yang mustahil syiah di Indonesia ke depan akan menggumpalkan diri dalam sebuah partai politik.

3. Peran besar Negara Iran di Indonesia dalam mendukung gerakan syiah di Indonesia tak bisa dipungkiri. Bahkan sebenarnya Iran telah melanggar kedaulatan Negara Indonesia. Dengan bahasa “kerjasama” sebenarnya Iran telah Ikut campur terhadap berbagai aspek budaya, keagamaan, ekonomi dan politik dalam negeri. Hal ini wajar saja karena doktrin “ekspor Revolusi Iran” masih berjalan hingga kini. DR. Abdul Choer juga menyebutkan pilar ideologi syiah Iran di manifestasikan dalam doktrin ideologi imamah {tidak beriman mati kafir}, Revolusi imam Husein {membangun gerakan perlawanan militer}, Revolusi Iran {ekspor Revolusi ke negara Sunni} dan Marja At Taqlid {menjadi bagian wilayah Al-Faqih syiah Iran}. Dengan demikian baik ormas ABI maupun IJABI beserta yayasan-yayasan syiah yang tersebar di seluruh Indonesia telah menjadi bagian dari perjuangan bersama di bawah komando kedutaan besar republik Iran di Jakarta. Lalu untuk memperluas ruang gerak para mullah yang datang ke Indonesia menjalin hubungan dan kerjasama, biasa menggunakan baju Negara “rezim syiah” Irak atau Afganistan. Hakekatnya ya itu itu juga yaitu konsolidasi ideologi dan syiahisasi.
4. Syiah di Indonesia sebagai minoritas sering berlindung di bawah payung HAM dan eksistensi berdasarkan kemajemukan. HAM yang hanya dimaknai sebagai perlindungan terhadap minoritas adalah ketidakadilan, karena dengan dasar itu seolah-olah minoritas bisa berbuat apa saja termasuk melecehkan ajaran yang dianut oleh mayoritas. Ketika mayoritas mereaksi dan membela keyakinannya dengan menyerang prilaku minoritas, munculah stigma intoleran. Buruknya lagi adalah penafian klasifikasi mayoritas dan minoritas atas dasar prinsip kesetaraan dan kemajemukan. Pada paradigma seperti inilah syiah sering secara licik berteriak-teriak. Lalu dimana posisi HAM mayoritas untuk membela keyakinan yang dinodai oleh kelompok yang berlindung atas HAM minoritas. Telah terjadi kesalahan fundamental dalam memaknai HAM universal yang sebenarnya secara subyektif dijadikan alat perjuangan untuk mengubah peta keumatan dan juga kebangsaan. Inilah bahaya yang turut mengancam bangsa Indonesia yang moderat, damai, dan menjunjung tinggi nilai keadilan ini.
5. Syiah dengan doktrin Imamah yang bersemangat merebut kekuasaan di bawah ideologi transnasional rahbar Iran jelas-jelas menentang ideologi nasional pancasila. Sama halnya dengan ideologi transnasional komunis dibawah kendali Rusia dan China. Ketika komunis mulai eksis kembali sinarnya di Indonesia dan dunia sebagai kekuatan global, maka permasalahan baru datang dengan munculnya sinar baru di dunia Muslim yaitu Syiah Imamiyah Itsna Asyariyah. Empat pilar kebangsaan yaitu pancasila, UUD 1945, NKRI, Bhineka Tunggal Ika tidak akan bisa nyambung dengan gerakan teologi dan politik syiah di Indonesia. Jika pun diterima, itu hanya kepura-puraan sebelum gerakannya menjadi kuat {taqiyyah}. Posisi 4 pilar ini digoyang-goyang untuk diruntuhkan oleh pilar lain yaitu imamah, UUD Repubilk Iran, menjadi bagian wilayah al-Faqih syiah Iran dan semangat Revolusi darah Imam Husein. Peringatan Asyura dan Iedul Ghadir adalah ritual teror menyerang keyakinan Ahlus Sunnah Wal Jamaa’ah. Penguatan aspek spiritualitas syiah di perjuangkan dalam pergaulan sosial dengan strategi politik yang awalnya bersifat nirmiliter berjuang pada konflik yang bersifat militer. Politik divide et impera kekuatan global sangat memungkinkan untuk memberi peluang bagi pengutan gerakan syiah di Indonesia hingga menjadi kekuatan militer. Secara embriotik hal ini sudah terasa.
Wallahu ‘Alam
sumber;syiah membahayakan

0 komentar:

Posting Komentar